🦍 Maksud Akhir Film Ular Tangga

MediaPembelajaran Ular Tangga Pintar a Pengertian Media Pembelajaran Dina Indriana (2011: 13) mendefinisikan media adalah saluran komunikasi. Kata media sendiri berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar (Wina Sanjaya, 2011 : 163). UlarTangga merupakan film hantu Indonesia yang dirilis 9 Maret 2017. Film ini akan dibintangi oleh Shareefa Daanish, Vicky Monica, Halaman ini terakhir diubah pada 29 Januari 2022, pukul 14.36. Teks tersedia di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa; PengertianMedia Pembelajaran Permainan Ular Tangga. Menurut Melsi (2015: 10) ular tangga adalah permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan oleh 2 orang atau lebih. Papan permainan dibagi dalam kotak-kotak kecil dan di beberapa kotak digambar sejumlah "tangga" atau "ular" yang menghubungkan dengan kotak lainnya. UlarTangga merupakan film hantu Indonesia yang dirilis 9 Maret 2017. Film ini akan dibintangi oleh Shareefa Daanish , Vicky Monica , Fandy Ahmad , Fauzan Nasrul , Alessia Cestaro , Yova Gracia , Randa Septian . DiUnggah pada tanggal 19 Oktober 2017Film 'Ular Tangga' kisahnya bercerita tentang seorang wanita bernama Fina, mahasiswi berwatak serius dan memiliki poten Permainanular tangga ini ternyata mirip dengan proses para mahasiswa mendapatkan toga. Lebih tepatnya 'skripsi'. Skripsi adalah salah satu syarat yang paling pokok (tadinya mau nulis 'berat', tapi takut nanti malah para mahasiswa semakin merasa berat :p) untuk mendapatkan toga atau lulus dari Universitas. Prosesnya yang membutuhkan waktu Hinggaakhirnya, mereka memutuskan untuk turun gunung. Namun segalanya telah terlambat lantaran telah bermain ulang tangga yang ditemukan di bawah pohon angker itu. Apakah mereka dapat meloloskan diri dari permaianan tersebut? Saksikan film Ular Tangga yang akan tayang malam ini di Trans TV pukul 22.00 WIB. UlarTangga. 2017 | 13+ | 1j 33m | Film Horor. Ketika sekelompok pelajar tersesat dalam sebuah pendakian, mereka menemukan sebuah rumah telantar yang berisikan jiwa-jiwa tersesat dan sebuah permainan papan mematikan. Dibintangi: Shareefa Daanish,Vicky Monica,Ahmad Affandy. Halitu terkait dengan rencana mendaki gunung tim pecinta alam kampusnya. Tim yang akan berangkat dalam pendakian itu dipimpin Bagas, kekasihnya. Bagas tidak percaya pada kekhawatiran Fina. Ia membujuk Fina untuk tetap berangkat bersama Martha, William, Dodoy, dan Lani. Perjalanan mereka dibantu Gina, pendaki dan penunjuk jalan yang berpengalaman. . "Ular Tangga" punya bekal mencukupi untuk menjadi suguhan horor menarik. Premisnya unik. Keterlibatan Shareefa Daanish pasca lima tahun absen bermain film juga menjadi daya tarik. Fakta di balik layar lain turut pula menyita perhatian, yaitu mengenai Wilson Tirta, produser eksekutif sekaligus pendiri Lingkar Film selaku rumah produksi bagi "Ular Tangga" yang masih berusia 14 tahun, menjadikannya produser film Indonesia termuda. Tidak heran jika gemerlap industri film menarik minat wiraswasta muda ini. Ide cerita Wilson sempat ditawarkan pada Jujur Prananto, namun batal karena proses penulisan naskah Jujur dianggap terlalu lama. Rupanya ini pangkal permasalahannya. Ketidaksabaran Wilson mendorongnya berpaling pada Mia Amalia "Luntang Lantung", "Inikah Rasanya Cinta?". Sedangkan bangku penyutradaraan diisi Arie Azis "Oops!! Ada Vampir", "Penganten Pocong", "Rumah Hantu Pasar Malam". Oh Tuhan, mendadak proyek ini terasa mengkhawatirkan. Apakah hasrat mempercepat proses produksi berujung mengesampingkan kualitas? Menengok hasil akhirnya, kecurigaan tersebut jelas beralasan. Bayangkan saja, anda menyaksikan film berjudul "Ular Tangga" lalu mendapati amat minimnya kontribusi permainan itu. Ibarat makan sate ayam dengan porsi daging ayam sangat sedikit. Atau nasi goreng tanpa nasi. Wajar bila sebagai konsumen saya berang, merasa tertipu. Alkisah, Fina Vicky Monica kerap mengalami mimpi buruk yang dicurigainya merupakan pertanda atas kejadian masa depan. Rasa penasaran membuat Fina membaca buku "The Interpretation of Dreams" milik Sigmund Freud sembari berkonsultasi pada seorang dosen Roy Marten. Saya enggan menyalahkan kebodohan pada film horor mengingat tujuan utamanya adalah menakut-nakuti. Ketidaktepatan ilmu maupun lubang logika bisa dimaklumi. Namun kengawuran "Ular Tangga" sudah kelewatan, menunjukkan kedunguan hasil ketidakpedulian penulisnya. Menyatukan fantasi, mistis, reliji dan sains dalam horor itu lumrah. Namun harus ada poin yang dijadikan pegangan. Seseorang bisa membuat cerita didasari sains lalu melebarkan semaunya berbasis imajinasi ke ranah lain, pun sebaliknya. Fokus gambar kerap menyoroti buku "The Interpretation of Dreams" tapi jelas teori Freud hasrat terpendam, bawah sadar, masa lalu bukan penopang cerita. Bahkan, setelahnya unsur mimpi tak lagi muncul, beralih sepenuhnya ke mistis. Aneh pula kala Roy Marten selaku dosen awalnya berteori soal sisi terpendam manusia lewat kalimat yang bak dikutip mentah-mentah dari Wikipedia sebelum tiba-tiba bicara tentang ilmu lebur sukma, lalu berganti lagi membicarakan agama. Kenapa seorang dosen menggunakan istilah "lebur sukma" ketimbang "astral projection" yang mana lebih scientific? Koreksi jika salah, tapi setahu saya lebur sukma bukan semata-mata ajian mengeluarkan roh seseorang dari tubuhnya. Tapi sudahlah. Terserah. Semua itu tak penting asal "Ular Tangga" sanggup menghibur. Kembali ke cerita, Fina dan rekan-rekan pecinta alamnya tengah bersiap mendaki Gunung Barong walau ia merasakan firasat buruk. Di tengah pendakian, mereka tak menghiraukan larangan Gina Shareefa Daanish sang guide melewati sebuah jalur, dan bisa diduga, teror pun menghampiri. Hantu-hantu bermunculan, ditambah misteri tentang ular tangga berbahan kayu yang terkubur di bawah pohon besar. Mari lupakan fakta betapa bodohnya para tokoh melanggar pesan sosok yang paham seluk beluk daerah setempat. Mana ada pecinta alam berpengalaman melakukan itu? Kenapa pula pecinta alam nekat mengambil barang misterius di suatu tempat apapun alasannya? Lagi-lagi saya bermurah hati memaafkan kelalaian tersebut. Film ini jadi tak termaafkan ketika permainan ular tangga urung dimanfaatkan. Setelah menanti sekitar 35 menit, daripada hybrid petualangan fantasi dan horor, papan ular tangga hanya dijadikan jalan menghilangkan satu per satu karakter. Setiap dadu bergulir, terjadi gempa, kemudian seseorang hilang. Begitu seterusnya, menciptakan pola berikut Lani menggelindingkan dadu "Hah? Lani hilang! Ke mana Lani?!" "Lani! Lani!" Mereka mencari Lani. Dodoy menggelindingkan dadu. "Hah? Dodoy hilang! Ke mana Dodoy?!" "Dodoy! Dodoy!" Mereka mencari Dodoy. Bagas menggelindingkan dadu. "Hah? Bagas hilang! Ke mana Bagas?!" "Bagas! Bagas!" Rasa takut juga gagal dipancing akibat penampakan hantu medioker serta hanya satu jump scare berhasil mengejutkan selama 94 menit durasi. Kengerian semakin nihil akibat kerap tak sesuainya pemilihan lagu. Paling menggelikan kala nomor pop balada "Memori Indah" milik Achie membungkus momen mendekati akhir yang diniati emosional tetapi berujung memancing tawa. Ending-nya berpotensi memuaskan tipikal tragic cliffhanger khas horor kalau bukan karena tambahan satu adegan yang memaksakan twist sembari berusaha menambah porsi Shareefa Daanish. Ya, jika anda tertarik menonton "Ular Tangga" karena keberadaan sang aktris, urungkan niatan tersebut. Shareefa hanya muncul di awal dan akhir dengan signifikansi minim serupa board game-nya. Padahal kalau ada yang bisa menyelamatkan "Ular Tangga", Shareefa Daanish orangnya. Ticket Sponsored by Bookmyshow ID & Indonesian Film Critics “Virtue always pays and vice always punished” Dunia permainan ular tangga sejatinya adalah dunia peradilan yang teramat adil. Pada puncaknya kita akan mendapat hadiah, kita naik tangga buat meraihnya. Hukuman permainan ini adalah apabia kita menyentuh ekor ular, dan meluncur turun, menjauh dari puncak. Ini adalah permainan anak-anak yang enggak sekadar permainan keberuntungan. Pada papan permainannya sendiri, tangga biasanya diikuti ilustrasi tokoh kartun yang melambangkan kebaikan, sedangkan ular diikuti oleh tindak tokoh yang berkonotasi degradasi, keserimpet kulit pisang yang dibuangnya sendiri, misalnya. Ada pesan moral dalam ular tangga. Berakar dari kebudayaan India, ular tangga mempunyai metafora yang lebih luas lagi. Di sana, permainan ini diasosiasikan dengan karma. Pembebasan dan emansipasi. Setiap kolom tangga melambangkan sifat kebajikan dan kolom ular represents sifat terburuk manusia. Naik tangga berarti melakukan kebaikan dan kita akan mendapat reward. Do bad things, kita bisa saja berakhir dengan mengulang langkah dari awal. Seluruh perjalanan dalam ular tangga, aslinya, adalah perjalanan mencapai nirwana. Dude, that’s deep. Sayangnya, tidak ada satupun mitologi ataupun simbolisme permainan ular tangga yang disangkutpautkan ama film Ular Tangga garapan Arie Azis. Ini adalah film tentang board game yang nyaris nothing to do with the actual game. Maksudku, kita bahkan enggak nemu ular tangga hingga menit ke tiga puluh. Sedari menit awal film malah dengan gencarnya memaparkan soal mimpi dan mekanisme dunia dalam cerita, yang enggak pernah benar-benar make sense. Usaha make believe film ini gagal total karena ceritanya tidak punya lapisan apapun. Film horor ini MELEWATKAN KESEMPATAN YANG LUAR BIASA BESAR dengan tema yang mestinya bisa diolah menjadi cerita psikologikal dan spiritual. But walaupun horor, film ini enggak ada seram-seramnya sama sekali. Dan karakter-karakternya, hehehe.. karakter apaaan? There is no single soul in the movie yang bisa bikin kita peduli. Aku suka banget permainan ular tangga. Aku sering bikin sendiri pake kertas buku kotak-kotak buat dimainin sama keluarga kalo lagi pulang libur lebaran. Ular tangga yang aku bikin biasanya pake tema mash up dari video game ataupun film kartun, misalnya Pokemon. Makanya aku jadi ngebet nonton film ini. Meski begitu aku juga sadar reputasi film horor Indonesia yang masih muter-muter di tempat. Jadi, aku masuk ke bioskop dengan keadaan jantung yang sudah siap banget buat dikaget-kagetin. Mungkin karena udah berprasangka buruk duluan itulah, alih-alih berasa happy kayak abis naik tangga, aku malah merasa merosot di punggung ular turun jauuuuhh banget setelah beberapa menit duduk menonton film ini. my favorite landing spot balik ke start! Ular Tangga menceritakan tentang sekelompok anak muda pecinta alam yang pergi naik gunung buat ngeliat sun rise. Kisahnya sendiri kata posternya diangkat dari kejadian nyata di Curug Barong, tapi kita enggak ngeliat curugnya, jadi aku enggak tahu seberapa besar porsi cerita-beneran film ini. Premis yang mendasari cerita sangat sederhana; pengen naik gunung, hambatannya adalah mereka nyasar dan kemudian menemukan permainan ular tangga dari kayu yang membawa petaka meminta jiwa. Cara ringkas jelasin film ini adalah banyangkan film The Forest 2016 dengan elemen Insidious. Tokoh utama kita, Fina so boring sehingga Vicky Monica tidak bisa sekalipun kelihatan meyakinkan, adalah orang yang punya bakat indigo. Dia mendapat penglihatan tentang keselamatan teman-temannya. Dia juga berkomunikasi dengan dua hantu anak kecil. Dengan belajar menggunakan kemampuannya tersebutlah, Fina memecahkan misteri di balik semua kejadian gak make sense yang menimpanya. -Naik gunung. -Ular tangga ada NAIK tangganya. -Ular melambangkan setan. Semua koneksi sederhana terhampar di sana, tinggal nyambungin. Dan film ini entah bagaimana bisa gagal melihatnya! Hasilnya kita mendapat cerita luar biasa poornya sehingga memanggil dirinya film adalah pujian yang terlalu manis. Film ini begitu enggak kompeten dan sangat males sehingga penulisannya terasa kayak dikerjakan oleh anak kecil. I dunno, mungkin dua hantu cilik di film ini bosen main ular tangga dan memutuskan untuk ngetik naskah, dan tidak ada yang beranjak untuk melarang mereka. Dialog seadanya, tidak berbobot, dan cenderung bikin kita ngikik. At one time si tokoh cowok jagoan bilang gini “Kotak ini pasti penting” dan dia melanjutkan kalimatnya dengan “Kita buka besok” tanpa rasa bersalah whatsoever hhihi. I mean, kalo memang penting, kenapa ngebukanya mesti nunggu ampe besookk???? Tidak ada effort dalam narasi film ini. Antara plot poin, ceritanya tinggal meloncat-loncat gampang banget. The whole actual script sepertinya memang cuma sesederhana mereka naik gunung -> nyasar ke rumah tua -> ngikutin hantu -> dapetin ular tangga. Mimpi dan jump scares adalah kombinasi maut yang justru jadi senjata utama film ini. Environment enggak pernah dimanfaatkan sehingga hutan yang mengurung mereka jadi sama membosankannya dengan para tokoh yang ada. Tidak ada motivasi pada tokoh-tokohnya, terutama yang bernapas. Mereka cuma going around ngelakuin pilihan-pilihan yang dogol. Aku enggak bisa mutusin mana yang lebih bloon antara masuk ke rumah tua, atau setelah masuk malah milih tidur di pekarangan rumahnya. Tidak ada stake. Tidak ada development. Tokoh yang diperankan Alessia Cestaro yang nyebut hutan dengan “hyutan” diperlihatkan jutek ama tokoh Shareefa Daanish, namun tidak pernah dibahas kenapa dan apa alasannya, lantas mereka jadi saling bersikap normal begitu saja. Tidak ada arc yang dibangun. Kita tidak tahu siapa tokoh-tokoh ini, hubungan mereka secara personal. Para pemainnya cuma punya satu job; tampak ketakutan, dan mereka semua gagal mengerjakan tugas mereka. Tidak ada emosi tersampaikan. Dalam film ini ada penampilan dari beberapa aktor yang cukup mumpuni, namun mereka hanya diutilize sebagai tokoh pemberi info. Pengecualiannya si Shareefa Daanish. Dia terlihat kompeten enough memainkan tokoh seadanya. Film ini nekat masukin twist, yang saking maksainnya, malah terasa kayak mereka sadar cerita mereka boring dan belokin cerita dengan harapan para penonton enggak menduga. Namun memang soal twist tersebut masih bisa aku maafkan, lantaran it eventually leads us ke adegan yang paling ingin kita lihat seantero durasi film; aku yakin orang-orang yang tertarik nonton film ini pasti ingin liat this particular scene; Shareefa Danish ngelakuin hal yang creepy! Joget Lingsir Wengi Jam rusak yang mati pun sesungguhnya benar dua kali dalam sehari. Selain the very last scene, ada satu dua shot film ini yang terlihat cukup meyakinkan. Aku suka momen ketika tokohnya Shareefa Daanish duduk di ruangan penuh lilin, di sana ada lemari yang punya cermin, dan tampak sosok hantu nenek pada pantulan cermin tersebut. Shot pohon besar dan adegan ketika Fina berjalan dengan lentera juga lumayan surreal. Namun buat sebagian besar film, production designnya terkesan amatir. Enggak detil. Aku enggak tau kalo cekikan bisa menimbulkan luka sayatan pada leher. Memilih untuk menggunaan efek praktikal buat sebagian hantu sesungguhnya adalah usaha yang patut diacungi jempol, hanya saja eksekusinya terlihat agak kasar. Film ini berusaha menggabungkannya dengan efek komputer, resulting penampakan yang enggak mulus. Kelebatan hantu malah jadi komikal dengan gerakan yang dipercepat dengan over. Editingnya juga terasa enggak klop. Film ini menggunakan tone warna keabuan yang mungkin buat menimbulkan efek misterius. Lagu pengisi yang digunakan, tho, terkadang terasa berbenturan keras dengan nuansa yang dibangun. Film ini sepertinya sudah turut siap untuk diputar di televisi karena ada beberapa jeda yang seolah sengaja dijadikan slot buat pariwara. Fina dan teman-temannya melanggar batas wilayah yang seharusnya tidak boleh dimasuki oleh penjelajah. Sama seperti filmnya yang melanggar satu garis batasan yang semestinya dihindari jauh-jauh oleh film horor. Yakni menjadi gak-sengaja lucu. Ada banyak momen ketika tawa malah memenuhi studio bioskop tempat aku menonton, misalnya ketika salah satu teman Fina kepayahan menggotong tubuh rekannya. Atau ketika tangan hantu anak kecil itu dipegang oleh mereka. Buatku ada satu momen yang bikin aku kesulitan berhenti terbahak, yaitu ketika kamera memperlihatkan peta pendakian gunung yang Fina dan teman-teman bawa. PETANYA KAYAK PETA DI UNDANGAN NIKAHAN!!! Hahahaha.. Gak heran kenapa mereka tersesat. Gak heran perasaan Fina enggak enak about perjalanan mereka. Kocak banget mereka mampu nyediain papan kayu ular tangga tapi enggak bisa ngasih peta yang lebih proper. It’s just a lazyness, people! Nyaris tidak ada redeeming quality, film ini kalo dijadiin permainan ular tangga pastilah isinya ular melulu. Cuma ada satu tangga pendek. Adalah sebuah problem besar jika film horor malah jatohnya unintentionally funny dan enggak seram. Penulisan, penokohan, penampilan, semuanya terlihat tidak kompeten. Tidak ada bobot apapun. Mungkin diniatkan sebagai petualangan horor, tapi gagal dalam penyampaian. Film ini melewatkan kesempatan yang begitu besar karena Ouija Origin of Evil 2016 sudah membuktikan board game bisa dijadikan materi horor yang compelling jika digarap dengan sungguh-sungguh dan enggak males. The Palace of Wisdom gives setengah dari kocokan dadu snake eyes’ for ULAR TANGGA. 1 out of 10 gold stars! That’s all we have for now. Remember, in life there are winners. And there are losers. - Stasiun televisi, Trans7 menayangkan film Indonesia bergenre horor dengan judul Ular Tangga, Minggu 28/6/2020 malam. Ular Tangga mengikuti kisah Fina, mahasiswi berpotensi indigo, yang memiliki firasat buruk saat sebelum berangkat mendaki gunung bersama tim pecinta alam kampusnya. Tim yang akan berangkat dalam pendakian itu dipimpin Bagas, kekasihnya. Bagas tidak percaya pada kekhawatiran Fina yang memiliki firasat pendakian gunung kali ini tak akan berjalan semestinya. Bagi Anda yang belum sempat menyaksikan film ini, berikut sinopsis lengkap film Ular Tangga yang mampu membuat penontonnya bergidik. Film Ular Tangga merupakan film horor yang menceritakan petualangan sekelompok mahasiswa yang terjebak di hutan. Dirilis pada 2017 silam, film Ular Tangga dibintangi sejumlah aktor dan aktris Tanah Air, seperti Ahmad Affandy, Alessia Cestaro, dan Shareefa Daanish. Langsung saja, berikut sinopsis film Ular Tangga selengkapnya dilansir dari Sinopsis Film Ular Tangga, Kelompok Pendaki yang Terjebak Permainan Ular Tangga Film ini menceritakan tentang sekelompok mahasiswa dari sebuah kampus yang melakukan pendakian gunung dengan Bagas sebagai pemimpinnya. Kekasih Bagas, Fina, yang memiliki kemampuan Indigo itu pun ikut serta. Sejak awal perencanaan pendakian, Fina memiliki firasat yang tidak enak. Mimpi buruknya mengatakan akan ada bahaya yang datang dalam diri Fina. Kendati demikian, Bagas tidak percaya dan tetap membujuknya untuk turut dalam perjalanan tersebut. Pada tahap awal pendakian mereka dibantu oleh Gina, seorang pendaki dan penunjuk jalan yang sudah lebih dulu berpengalaman dan mengenal medan di gunung tersebut. Sayangnya peringatan Gina agar mereka memilih jalan yang aman tidak diindahkan oleh teman-teman Fina. Tanpa mereka sadari, jalan yang mereka pilih mengantarkannya menuju pohon tua dan rumah misterius di gunung yang memiliki cerita kelam di masa lalu.

maksud akhir film ular tangga